Ketika si kecil Anda mengalami ledakan tantrum atau ledakan kemarahan, apa yang biasa dan bisa Anda lakukan untuk meredakannya?
Hampir semua ibu mengalami kegalauan dan merasa bingung menghadapi
anak-anak mereka yang tantrum. Terlebih bila tantrum itu terjadi ketika
sedang berada di luar rumah atau tempat-tempat umum atau di saat ibu
sedang disibukkan oleh sesuatu, maka tekanan yang dirasakan oleh ibu
pasti akan semakin besar.
Secara teori, tantrum biasanya terjadi pada anak usia 1-4 tahun dan
hanya berlangsung sekitar 2 menit. Karena ketika kemampuan verbal dan
kontrol fisik seorang anak sudah semakin membaik, sifat atau perilaku
tantrum ini akan mereda dengan sendirinya. Namun, tentu saja, menangani
tantrum tak bisa sembarangan. Harus ada pembinaan dari orangtua kepada
anak tentang bagaimana mereka harus belajar mengontrol diri dan
mengatasi gejolak emosi mereka. Jika hanya melakukan pembiaran dengan
menganggap “ah, namanya juga anak-anak, nanti juga bakalan hilang sendiri” dan bahkan menuruti setiap tuntutan anak, maka imbas ke depannya adalah anak akan tumbuh menjadi anak yang bossy dan egois.
1. Cari tahu dan pelajari penyebab anak-anak menjadi tantrum.
Anak-anak cenderung mudah marah karena mereka lapar, sakit, bosan,
kelelahan, atau frustrasi. Mempelajari penyebab ini tentunya butuh
observasi selama beberapa minggu, tidak bisa hanya sehari atau 2 hari
saja. Buat catatan-catatan perilaku keseharian anak, dan kemudian
pelajarilah catatan tersebut. Kita bisa mengetahui kapan anak cenderung
mudah marah, apa penyebabnya, kapan saja anak bisa tidak marah dan
menurut, kondisi emosinya saat ia sakit atau kelelahan, dan lain
sebagainya. Dari catatan itulah nantinya kita bisa mencari jalan untuk
menghindari atau meminimalisir terjadinya tantrum. Bagaimanapun,
menghindari penyebab tantrum itu lebih mudah daripada menghadapi ledakan
tantrumnya.
Jadi, jangan buru-buru berkonsultasi dan menanyakan “anak saya
kenapa”, “saya bingung menghadapinya”, “saya ngga tahu kenapa dia
begitu” atau “bagaimana solusinya” jika kita sendiri belum mencoba untuk
mencari tahu dan mengobservasi anak kita sendiri. Yang paling mengerti
anak-anak seharusnya adalah ibu dan ayah mereka. Psikolog, konsultan
anak, dokter, semua mempelajarinya dari keterangan orangtua si anak.
Memberikan solusi hanya sesuai teori. Tapi bagaimana prakteknya di rumah
atau di luar, mereka tidak tahu dan pastinya banyak yang tidak akan
mencari tahu.
2. Perhatikan gejala awal anak tantrum. Biasanya,
sebelum anak benar-benar “meledak”, mereka akan menunjukkan tanda-tanda
merasa “kesulitan” atau frustrasi. Misalnya seperti mereka tampak tidak
sabar menyelesaikan sesuatu, membuang apa yang ada di tangannya, menarik
napas dalam-dalam, ber-“ah-eh” (atau mimbik-mimbik – bahasa Jawa), atau
perubahan mimik wajahnya. Bila tanda-tanda semacam ini sudah mulai
terlihat, segera berikan pertolongan pertama : alihkan perhatiannya.
3. Alihkan perhatiannya. Perlihatkan sesuatu yang
dapat menarik perhatiannya, atau ajak anak melakukan hal seru yang ia
sukai, atau tawarkan untuk membacakan cerita. Sangat penting bagi kita
untuk tahu apa saja yang bisa mengalihkan perhatian anak. Dan sekali
lagi, ini adalah pengetahuan dasar yang harus diketahui oleh setiap
orangtua.
4. Pindahkan ke lokasi yang lebih aman. Anak-anak
cenderung suka melempar apa yang ada di sekeliling mereka atau
berguling-guling di lantai saat mereka tantrum. Maka pindahkan ke tempat
dimana ia bebas berguling-guling atau menangis yang tidak ada
barang-barang di sekitarnya yang bisa mereka rusak. Atau jika sedang
berada di luar rumah, pelukan ibu adalah tempat teraman bagi seorang
anak yang tantrum. Biarkan anak menangis dan peluk mereka. Orang di
sekitar Anda mungkin terganggu, tapi abaikan perasaan malu dan tidak
enak itu. Itu wajar, dan setiap anak wajar mengalami tantrum. Yang tidak
wajar adalah menuruti semua keinginan anak.
5. Jangan menyerah dan menuruti apa yang diinginkan anak.
Ketika kita menyerah pada kemarahan anak dalam hitungan 2 menit atau 10
kali pukulan (jika anak marah sambil memukul), atau saat kita merasa
malu pada orang lain di sekitar kita, maka anak-anak akan belajar dan
menjadikan itu sebagai senjata canggih mereka di kemudian hari. Mereka
akan belajar bahwa jika mereka menangis dengan gigih sedikit lagi, Anda
akan luluh dan memberikan apa yang mereka mau. Maka, cobalah untuk
tenang dan abaikan kemarahannya. Jika Anda nampak ingin marah dan mulai
tersulut emosi, segeralah pergi dan hindari anak untuk sesaat sambil
menenangkan diri Anda.
Salah seorang senior saya di sekolah bercerita bahwa anaknya cukup
keras kepala dan ketika keinginannya tidak dipenuhi, anak tersebut akan
marah dan menangis sambil bergulingan di lantai. Dan ketika sang ibu
yakin tempat itu aman, maka anak itu pun dibiarkan saja tiduran di
lantai bahkan sampai tertidur sungguhan di sana. Beliau memberikan jarak
yang cukup untuk mengawasi, sambil tetap dengan aktivitas beliau
sendiri. “Memang berhasil, Dik. Setelah mereda marahnya atau saat ia
terbangun, saya akan memeluknya dan memberinya pengertian. Beberapa kali
memang terjadi seperti itu. Tapi, saya tidak menyerah dan akhirnya anak
sayalah yang menyerah dan tahu bahwa usahanya dengan cara menangis dan
marah itu tidak akan berhasil,”.
6. Jangan tertawakan anak yang sedang tantrum. Anak
yang sedang tantrum tidak boleh ditertawakan, dan jangan sampai membuat
mereka beranggapan bahwa marah itu lucu karena semua orang tertawa.
Ketika Alifa mulai merajuk dan marah, tante dan omnya sering menertawai
tingkahnya. Memang lucu melihat bibirnya mengerucut dan mata sipitnya
bersinar-sinar marah. Tapi, pada akhirnya itu semua justru semakin
membuat tantrumnya menjadi. Semakin keras ia ditertawakan, semakin hebat
pula tantrumnya. Karena ia tahu, ia “lucu” saat marah, dan ia ingin
menarik perhatian dari tante dan omnya.
7. Jangan respons keinginan anak sampai ia berhenti tantrum atau berteriak.
Anak-anak harus belajar bahwa setiap keinginan harus disampaikan dengan
baik, bukan dengan marah, berteriak, dan menangis. Terkadang saya hanya
menatap Alifa saat ia menangis minta sesuatu, atau saya hanya menghela
nafas dan memberi isyarat bahwa saya ada di kamar jika ia membutuhkan
saya. Saya tidak mengatakan apapun, sampai ia diam dan datang memeluk
saya. Barulah saya katakan, “apa kata ajaibnya jika kamu butuh bantuan?”
dan perlahan ia mengatakan, “tolong, Bunda…”. Atau bila itu terjadi di
tempat umum, saya akan dengan tegas mengatakan padanya, “Bunda hanya
akan mendengarkan mbak Fafa jika mbak Fafa bisa bilang dengan baik”.
Anak-anak harus belajar dan tahu bahwa orangtualah yang memegang
kendali, bukan mereka. Dalam artian, mereka boleh mengungkapkan
keinginan dengan cara yang baik, namun tidak semua keinginan mereka
harus dipenuhi. Inilah sikap yang seharusnya dimiliki oleh orangtua.
Kita, orangtualah yang harusnya bisa mengendalikan anak, bukan anak-anak
yang mengendalikan kita.
8. Berikan pelukan dan ajak anak bicara setelah tantrumnya reda. Kita
wajib menentramkan hati anak dan memberikan mereka pengertian tentang
sikap-sikap yang baik dan mengajari mereka cara mengungkapkan keinginan
mereka dengan baik. Jika kita hanya membiarkan saja, tanpa memberikan
mereka pengertian bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, maka semua
cara di atas akan sia-sia. Anak-anak tidak akan belajar dari sana dan
akan menganggap bahwa tangisan dan kemarahan mereka adalah hal yang
biasa. Namun, ajaklah mereka untuk mengatasi dan mengolah emosi mereka
menjadi lebih baik.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar